Kamis, 13 November 2014

KOLEGIALITAS PARA IMAM




Mgr. Ludovicus Simanullang, OFMCap
Tema ini tepat karna para Imam telah refleksikan dirinya, di mana-di mana dibicarakan sepanjang tahun ini. “Karena memang tanpa  imamat kita tidak bisa menerima Kristus. Apalagi  sesudah Tuhan maka para imam yang dihormati”  kata St. Maria Vianney.
Apa itu Kolegialitas dan Mengapa Penting untuk kita, para Imam?  
Seandainya kita tidak memiliki sakramen imamat maka kita tidak menerima Kristus. Para imam memang istimewa, namun mereka adalah pelayanan. Tanpa imam maka umat tidak bisa menerima Kristus melalui sakramen-sakramen.  Bdk. Pada masa internir, para imam kurang melibatkan diri maka ajaran Gereja kurang mengakar atau berdaya.

Imam itu jantung hati Yesus, kata St. M. Vianney. Berkat pelayanan para imam maka Kristus dikenal. Sangat tepat kebijakan Sri Paus Benedict XVI pada peringatan 150 St. M.Vianney memilih tahun ini untuk kita merefleksikan imamat kita.
Kata Sri Paus Benedict XVI bahwa: “kesatuan para imam dengan Kristus adalah kesucian para Imam.” Karena itu tugas kita para imam menyucikan, mempersatukan dan membawa damai. Dari sebab itu Kolegialitas kita para imam mendukung kita untuk semakin berdaya dan semakin bersatu dengan Kristus. Kesatuan para imam dan kesatuannya dengan Uskup mengarahkan kita kepada satu gerakan.
Hubungan Uskup dengan para imam sebagai rekan-rekan dan sahabat kerja. Mengabdi kepada kesejahteraan tubuh Gereja. Kita adalah rekan kerja dalam menyelamatkan umat manusia. Dalam imamat kita religius dan projo kita dalah kolegilitas. Karena kita menerima satu tahbisan yang sama. Para imam bersatu dalam persaudaraan imamat  yang sacramental. Meskipun menjalankan berbagai tugas tapi imam itu hanya mengemban satu imamat, demi pengabdian kepada sesama. Kata Presbitorium.  Imamat it selalu dikaitkan dengan keselamatan umat manusia. Seperti Kristus yang datang untuk menyelamatkan umat manusia. Kolegialitas imam itu kita rasakan pada waktu pentahbisan imam baru. Tanda bahwa kita satu, dan imam yang tertahbis masuk dalam persaudaraan kolegialitas. Juga kita ungkapkan kolegialitas kita itu dalam misa konselebrasi. Karena itu misa konselebrasi  penting untuk kita. Karena nanti muncul persepsi umat kepada kita bahwa kita hanya pelayan.
Makna dan inti imamat itu: ada beberapa konsekuensi dari makna imamat yang merupakan kolegialitas yangdiungkapkan dalam PO No. 8. Hubungan imam tua dan muda. Imam yang TUA  menerima mereka yang muda sebagai saudara dan memberikan bantuan kepada mereka di masa-masa awal pelayanan mereka/imam muda itu. Penuh simpati mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan imam muda.  Dari pihak yang MUDA:  Begitu pula imam-imam muda meminta nasihat kepada mereka yang lebih tua. Menghormati mereka yang sudah tua dalam menyangkut reksa pastoral karena kelemahan yang muda cendrung melihat hasilnya. Yang tua butuh proses. Dibutuhkan sikap meminta nasihat dari yang tua. Dan bekerjasama dengan mereka. Jika sikap ini dipraktekkan maka kita akan enjoy dalam karya pelayanan. Ini penting sekali dalm karya pelayanan kita.  
Perhatian satu sama lain: Karena dasarnya adalah persaudaraan kita. Rasa kolegialitas itu diwujudkan dalam perhatian kita satu sama lain. Persaudaraan kita yang ikhlas itu tampak dalam saling memberikan bantuan, pertolongan. Inilah ungkapan dari kolegialitas. Saling membantu itu dalam rohani dan jasmani.  Banyak hal kecil kita saling merapihkan. Hal itu juga ditampilkan dalam pertemuan-pertemuan. Karena itu penting baha semua imam itu saling membantu agar mereka saling bekerjasama dalam kebenaran. Keberhasilan sesama imam adalah keberhasilan kita sendiri karena caritas pastoralis yang kita jalankan. Para imam menampakan atau  menunjukkan keramahan hati satu sama lainnya. Sesama imam yang tertimpa kesedihan, kita beri perhatian. Tertekan beban kerja yang terlamapu berat, yang merasa kesepian, yang merantau jauh dari tanah air. Mengalami kepenganiayaan. Mereka yang jatuh dalam kesalahan tertentu, mendoakan mereka dan menghadapi mereka sebagai saudara. Lebih baik langsung berhadapan dengan yang bersangkutan, jangan menekan dengan membicarakan teman imam yang bersangkutan bersama umat. Bukan mendukung perbuatan jahatnya tapi kita ikut memperbaiki bersama. Kita bicara dari hati ke hati. Karena memang,  Kebersamaan imam, sebagai ungkapan rasa kolegialitas yang sangat nyata. Senang hati dan gembira berkumpul juga menyegarkan jiwa. Demikianlah nasihat PO itu kepada kita para imam dan yang ditekankan di sini adalah kebersamaan itu penting. Seperti pertemuan yang sudah dijadwalkan bersama. Bukan anjing yang mempersatukan para rohaniwan. Potong anjing, kata Mgr. Anicetus Sinaga. Tapi latihan ketrampilan yang mempersatukan itu penting.  PANPAS kita mesti didukung oleh rasa kolegialitas. Bukan hanya karena hadir dan dapat bahan yang mendukung karya saya. Bukan itu. Tapi kehadiran kita itu menunjukkan Kolegialitas kita. Itu lebih penting di antara kita para imam. Pertemuan UNIO di antara para imam Projo, pertemuan para imam Religius. Apa sudah cukup hanya ditunjukkan hanya dengan FB? Telp dan SMS untuk menggambarkan rasa kolegialitas kita?  Rasa kolegialitas amat berdaya guna dalam membina diri kita sebagai imam. Dalam membina panggilan imamat kita yang paling luhur. Para imam masing-masing bertanggungjawab untuk memajukan hidup rohani masing-masing kita. Bukan hanya toleran-toleran saja. Karena itulah dasar kita sehingga dapat dibedakan dengan para anggota NGO.  Kita mestinya menunjukkan Conformitas Christi = mirip, serupa dengan Kristus.  Kita sebaiknya terapkan prinsip hidup impersona Christi, gambaran Kristus. Usaha untuk konfigurasi dengan Kristus harus diusahakan bersama. Agar kita tidak berjuang bersama. Rasa kolegialitas kita membantu kita untuk menghayati Radikalisme Injili yakni : Selibat, ketaatan, kemiskinan. Kita semakin efektif dan berdayakan umat kalau kita benar-benar menghayati rasa kolegialitas di antara kita. Saling mendukung di dalam kebersamaan kita, rasa kolegialitas. Karena itu kita refleksikan bersama yang satu ini adalah : Apa saja yang perlu kita laksanakan dan kembangkan agar rasa kolegialitas kita para imam terpupuk? Apakah hanya kerjasama dengan umat? Lalu bagaimana dengan kita para imam secara ke dalam? Relasi kita dan komunikasi kita satu sama lain yang didasarkan pada saling mendukung dan hidup rohani yang subur. Rasa kolegialitas itu benar-benar akan saling membantu kita. Dari rasa kolegialitas itu kita justru memancarkan kekuatan tersendiri  untuk aksi panggilan kepada kaum muda.   Kegembiraan yang kita terima dalam pelayanan di stasi itu amat terbatas, kebersamaan di antara kita para  imam itulah yang memperkaya, menguatkan. Hal itu tergantung dari pribadi kita masing-masing kita agar mampu saling mendukung. Tidak mudah menaruh negative thinking satu terhadap yang lain. Maka dibutuhkan keterbukaan dan kepekaan  satu terhadap yang lain. The passion of Christ mestinya terwujud dalam the Passion of Missionaries.
Penutupan Tahun Imam,  Gunungsitoli, 19 Juni 2010.
Diketik dan diedit P. Cornel Fallo, SVD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar