Mgr. Ludovicus Simanullang, OFMCap
Tema
ini tepat karna para Imam telah refleksikan dirinya, di mana-di mana
dibicarakan sepanjang tahun ini. “Karena
memang tanpa imamat kita tidak bisa
menerima Kristus. Apalagi sesudah Tuhan
maka para imam yang dihormati” kata
St. Maria Vianney.
Apa itu Kolegialitas dan Mengapa Penting untuk kita, para Imam?
Seandainya kita tidak memiliki sakramen
imamat maka kita tidak menerima Kristus. Para imam memang istimewa, namun
mereka adalah pelayanan. Tanpa imam maka umat tidak bisa menerima Kristus
melalui sakramen-sakramen. Bdk. Pada
masa internir, para imam kurang melibatkan diri maka ajaran Gereja kurang
mengakar atau berdaya.
Kata
Sri Paus Benedict XVI bahwa: “kesatuan
para imam dengan Kristus adalah kesucian para Imam.” Karena itu tugas kita
para imam menyucikan, mempersatukan dan membawa damai. Dari sebab itu
Kolegialitas kita para imam mendukung kita untuk semakin berdaya dan semakin
bersatu dengan Kristus. Kesatuan para imam dan kesatuannya dengan Uskup
mengarahkan kita kepada satu gerakan.
Hubungan
Uskup dengan para imam sebagai rekan-rekan dan sahabat kerja. Mengabdi
kepada kesejahteraan tubuh Gereja. Kita adalah rekan kerja dalam menyelamatkan
umat manusia. Dalam imamat kita religius dan projo kita dalah kolegilitas.
Karena kita menerima satu tahbisan yang sama. Para imam bersatu dalam
persaudaraan imamat yang sacramental.
Meskipun menjalankan berbagai tugas tapi imam itu hanya mengemban satu imamat,
demi pengabdian kepada sesama. Kata Presbitorium. Imamat it selalu dikaitkan dengan keselamatan
umat manusia. Seperti Kristus yang datang untuk menyelamatkan umat manusia.
Kolegialitas imam itu kita rasakan pada waktu pentahbisan imam baru. Tanda
bahwa kita satu, dan imam yang tertahbis masuk dalam persaudaraan kolegialitas.
Juga kita ungkapkan kolegialitas kita itu dalam misa konselebrasi. Karena itu
misa konselebrasi penting untuk kita.
Karena nanti muncul persepsi umat kepada kita bahwa kita hanya pelayan.
Makna
dan inti imamat itu: ada beberapa konsekuensi dari makna imamat yang
merupakan kolegialitas yangdiungkapkan dalam PO No. 8. Hubungan imam tua dan
muda. Imam yang TUA menerima mereka yang
muda sebagai saudara dan memberikan bantuan kepada mereka di masa-masa awal
pelayanan mereka/imam muda itu. Penuh simpati mengikuti kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan imam muda. Dari pihak
yang MUDA: Begitu pula imam-imam muda
meminta nasihat kepada mereka yang lebih tua. Menghormati mereka yang sudah tua
dalam menyangkut reksa pastoral karena kelemahan yang muda cendrung melihat
hasilnya. Yang tua butuh proses. Dibutuhkan sikap meminta nasihat dari yang
tua. Dan bekerjasama dengan mereka. Jika sikap ini dipraktekkan maka kita akan
enjoy dalam karya pelayanan. Ini penting sekali dalm karya pelayanan kita.
Perhatian
satu sama lain: Karena dasarnya adalah persaudaraan kita. Rasa
kolegialitas itu diwujudkan dalam perhatian kita satu sama lain. Persaudaraan
kita yang ikhlas itu tampak dalam saling memberikan bantuan, pertolongan.
Inilah ungkapan dari kolegialitas. Saling membantu itu dalam rohani dan
jasmani. Banyak hal kecil kita saling
merapihkan. Hal itu juga ditampilkan dalam pertemuan-pertemuan. Karena itu
penting baha semua imam itu saling membantu agar mereka saling bekerjasama
dalam kebenaran. Keberhasilan sesama imam adalah keberhasilan kita sendiri karena
caritas pastoralis yang kita jalankan.
Para imam menampakan atau menunjukkan
keramahan hati satu sama lainnya. Sesama imam yang tertimpa kesedihan, kita
beri perhatian. Tertekan beban kerja yang terlamapu berat, yang merasa
kesepian, yang merantau jauh dari tanah air. Mengalami kepenganiayaan. Mereka
yang jatuh dalam kesalahan tertentu, mendoakan mereka dan menghadapi mereka
sebagai saudara. Lebih baik langsung berhadapan dengan yang bersangkutan, jangan menekan
dengan membicarakan teman imam yang bersangkutan bersama umat. Bukan
mendukung perbuatan jahatnya tapi kita ikut memperbaiki bersama. Kita bicara
dari hati ke hati. Karena memang, Kebersamaan
imam, sebagai ungkapan rasa kolegialitas yang sangat nyata. Senang hati dan
gembira berkumpul juga menyegarkan jiwa. Demikianlah nasihat PO itu kepada kita
para imam dan yang ditekankan di sini adalah kebersamaan itu penting. Seperti
pertemuan yang sudah dijadwalkan bersama. Bukan anjing yang mempersatukan para
rohaniwan. Potong anjing, kata Mgr. Anicetus Sinaga. Tapi latihan ketrampilan
yang mempersatukan itu penting. PANPAS
kita mesti didukung oleh rasa kolegialitas. Bukan hanya karena hadir dan dapat
bahan yang mendukung karya saya. Bukan itu. Tapi kehadiran kita itu menunjukkan
Kolegialitas kita. Itu lebih penting di antara kita para imam. Pertemuan UNIO
di antara para imam Projo, pertemuan para imam Religius. Apa sudah cukup hanya
ditunjukkan hanya dengan FB? Telp dan SMS untuk menggambarkan rasa kolegialitas
kita? Rasa kolegialitas amat berdaya
guna dalam membina diri kita sebagai imam. Dalam membina panggilan imamat kita
yang paling luhur. Para imam masing-masing bertanggungjawab untuk memajukan
hidup rohani masing-masing kita. Bukan hanya toleran-toleran saja. Karena
itulah dasar kita sehingga dapat dibedakan dengan para anggota NGO. Kita mestinya menunjukkan Conformitas Christi = mirip, serupa
dengan Kristus. Kita sebaiknya terapkan prinsip hidup impersona Christi, gambaran Kristus. Usaha
untuk konfigurasi dengan Kristus harus diusahakan bersama. Agar kita tidak
berjuang bersama. Rasa kolegialitas kita membantu kita untuk menghayati Radikalisme Injili yakni : Selibat,
ketaatan, kemiskinan. Kita semakin efektif dan berdayakan umat kalau kita
benar-benar menghayati rasa kolegialitas di antara kita. Saling mendukung di
dalam kebersamaan kita, rasa kolegialitas. Karena itu kita refleksikan bersama
yang satu ini adalah : Apa saja yang perlu kita laksanakan dan kembangkan agar
rasa kolegialitas kita para imam terpupuk? Apakah hanya kerjasama dengan umat?
Lalu bagaimana dengan kita para imam secara ke dalam? Relasi kita dan
komunikasi kita satu sama lain yang didasarkan pada saling mendukung dan hidup
rohani yang subur. Rasa kolegialitas itu benar-benar akan saling membantu kita.
Dari rasa kolegialitas itu kita justru memancarkan kekuatan tersendiri untuk aksi panggilan kepada kaum muda. Kegembiraan
yang kita terima dalam pelayanan di stasi itu amat terbatas, kebersamaan di
antara kita para imam itulah yang
memperkaya, menguatkan. Hal itu tergantung dari pribadi kita masing-masing kita
agar mampu saling mendukung. Tidak mudah menaruh negative thinking satu
terhadap yang lain. Maka dibutuhkan keterbukaan dan kepekaan satu terhadap yang lain. The passion of
Christ mestinya terwujud dalam the Passion of Missionaries.
Penutupan
Tahun Imam, Gunungsitoli, 19 Juni 2010.
Diketik
dan diedit P. Cornel Fallo, SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar